Jumat, 06 April 2012

Krakatau Sang Legenda



Di bulan Agustus ini banyak peristiwa penting dan bersejarah terjadi di Indonesia berupa fenomena dan bencana alam ataupun hasil buah pikiran manusia; pada masa sebelum merdeka, proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 maupun masa sesudah merdeka. Salah satu peristiwa bersejarah yang sangat dahsyat adalah meletusnya gunung Krakatau 122 tahun silam tepatnya tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan ini diakui sebagai salah satu letusan gunung berapi terdahsyat dalam sejarah.
Saya sendiri pertama kali mengetahui hal ini bukan dari pelajaran sekolah (waktu itu saya masih kelas 2 SD tetapi dari majalah Intisari. Masih sedikit tersisa dalam ingatan, artikel itu ditulis untuk memperingati 1 abad meletusnya Krakatau. Artikelnya cukup detil menceritakan berbagai hal yang terjadi sebagai dampak meletusnya gunung itu, baik penggambaran suasana di Batavia (Jakarta tempo doeloe) yang gelap gulita dan dingin meskipun hari masih siang dan kegelapan itu terjadi selama 3 hari, maupun akibat yang ditimbulkan di beberapa daerah seperti kapal Loudon yang terseret sampai 2,5 km ke daratan setinggi 10 meter di daerah teluk Betung, Lampung. Sangat disayangkan buku Intisari tersebut sudah lenyap entah kemana, mengikuti seorang teman yang meminjamnya dan belum mengembalikan sampai sekarang.
Gunung Krakatau adalah pulau gunung berapi aktif yang terletak di selat Sunda antara Pulau Sumatera dan Jawa. Ketinggiannya bila diukur dari permukaan laut adalah sekitar 790 meter. Letusan pertama – seperti dilaporkan dalam tulisan Jawa kuno – terjadi sekitar tahun 416 SM ketika sebuah letusan besar menghancurkan gunung dan membentuk kaldera selebar 7 km. Pecahan ini membentuk dua pulau baru yaitu pulau Verlaten dan Lang yang berlokasi di pecahan gunung tersebut, serta pulau Rakata Besar – yang dibentuk oleh tiga buah gunung yaitu Perboewatan, Danan dan Rakata -, Panjang dan Sertung .
Setelah 200 tahun lebih tertidur – aktifitas terakhir terjadi pada bulan Mei 1680-Mei 1681 di gunung Perboewatan – dan didahului oleh serangkaian gempa, aktifitas dimulai pada tanggal 20 Mei ketika terjadi letusan yang terdengar sejauh 160 km dan lontaran debu dan batu setinggi 11 km dari Perboewatan yang dilaporkan oleh kapten kapal Elizabeth – sebuah kapal perang Jerman. Kegiatan vulkanik terus terjadi selama 3 bulan termasuk Danan yang mulai aktif di bulan Juni. Pada tanggal 11 Agustus, gas dan debu dalam jumlah besar keluar dari 7 kantong uap yang terdapat di Perboewatan dan dari kaki dan puncak gunung Danan yang membakar hutan di pulau tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus pukul 1 siang, letusan mulai terdengar dan menyemburkan debu dan asap setinggi 36 km selama 4 jam serta menimbulkan tsunami pertama yang terjadi pada pukul 5 sore. Menjelang sore dan malam, terjadi letusan-letusan yang semakin keras terdengar. Keesokan harinya empat letusan dahsyat terjadi pada pukul 5:30, 6:42, 8:20 (yang terbesar) dan terakhir 10:02 yang semuanya terdengar di lebih dari 1/13 permukaan bumi mulai dari Pulau Rodriguez dekat Kepulauan Mauritius yang berjarak 4653 km dan Srilanka sampai Perth di Australia, menyemburkan debu dan asap ke udara setinggi 80 km dan menimbulkan 9 kali gelombang tsunami. Pada tanggal 27 Agustus ini, Batavia (sekarang bernama Jakarta) yang berjarak hanya 169 km dihantam tsunami setinggi 3 meter pada pukul 12:15 sampai 14:48 dan mengalami penurunan suhu yang cukup signifikan dari 27°C menjadi 18°C serta gelap gulita selama tiga hari.
Air laut yang masuk ke dalam retakan dapur magma menghasilkan uap sangat panas dan tekanan yang tinggi sehingga mampu menghasilkan letusan yang tercatat memiliki Indeks Kekuatan Vulkanik (VEI) bernilai 6 yang disebut juga Colossal. Standar pengukuran ini didasarkan kepada volume debu yang dihasilkan, ketinggian letusan yang diukur dari kawah dan lamanya letusan. Nilai 6 ini berarti memiliki standar ketinggian letusan minimal 25 km, rata-rata ketebalan debu bervolume 10 sampai 100 km3 atau dalam radius 10 mil setebal 10 kaki dan dalam radius 300 mil setebal 1 inci. Kekuatan ini hanya mampu dikalahkan oleh letusan gunung Thera di laut Aegea pada sekitar tahun 1650 SM yang meskipun mempunyai indeks yang sama yaitu 6 (update: direvisi menjadi 7 pada tahun 2004) namun berkekuatan 6½ kali letusan Krakatau, letusan gunung Tambora di Sumbawa pada tahun 1815 yang berindeks VEI 7, dan letusan Gunung Vesuvius di Italia pada tahun 79 SM yang mengubur kota Pompeii dan membunuh penduduknya dengan gas beracun.
Ledakan Krakatau setara dengan 200 megaton TNT dimana 150 megaton diantaranya dihasilkan oleh letusan ketiga. Kekuatan ini 10.000 kali lebih besar dibandingkan dengan kekuatan bom atom “Fat Man” yang dijatuhkan di Nagasaki yang “hanya” berkekuatan 20 kiloton TNT. Bandingkan juga dengan bom terbesar yang pernah dibuat – Tsar Bomba – yang berkekuatan 50 megaton.
Akibat yang ditimbulkan sangat luar biasa. Gelombang kejut yang terbentuk mampu merusak tembok dan menghancurkan jendela pada jarak 160 km. Gelombang tsunami mencapai ketinggian 36-40 meter, menghancurkan 165 desa nelayan dan merusak 132 lainnya di pesisir pantai barat pulau Jawa dan pantai selatan pulau Sumatera serta menelan korban paling tidak 36.417 jiwa. Tsunami bertemperatur tinggi ini mampu menghempaskan kapal Loudon yang sedang bersandar di Teluk Betung, Lampung sejauh 2,5 km ke daratan di ketinggian 10 meter, menghempaskan kapal The Berouw sejauh 3,3 km ke dalam hutan, juga mampu memindahkan terumbu karang seberat 600 ton ke daratan. Gelombang tsunami ini dirasakan di Auckland, Selandia Baru yang berjarak 7.767 km setinggi 2 meter, Aden – sebuah kota di pesisir selatan Jazirah Arab – yang terletak 7.000 km jauhnya dari Krakatau, Tanjung Harapan yang berjarak 14.076 km, Panama yang berjarak 20.646 km, Hawaii, pantai barat Amerika, Amerika Selatan dan bahkan sampai selat Inggris yang berjarak 19.873 km dari Krakatau. Di Tanjung Harapan dan Panama, kecepatan tsunami mencapai rata-rata 720 km per jam.
Debu yang dilontarkan sebanyak 21 km3 – terbawa angin sampai ke Madagaskar – mempengaruhi sinar matahari dan iklim global yang mampu menurunkan suhu di bumi sampai 1,2°C selama beberapa tahun akibat terbawa oleh angin di lapisan Stratosfer. Matahari terlihat biru dan hijau dari beberapa lokasi sebagai akibat dari terlontarnya debu dan aerosol ke stratosfer dan mengelilingi katulistiwa sebanyak 13 kali. Efek lainnya menyebabkan sunset dan sunrise berwarna sangat merah selama hampir 3 tahun yang pada saat pertama kali kemunculannya mampu membuat pemadam kebakaran di kota New York dan New Haven bersiaga penuh. Keanehan-keanehan tersebut juga diabadikan oleh beberapa orang seniman dalam bentuk lukisan seperti lukisan karya William Ashcroft yang melihat fenomena tersebut di tepi sungai Thames pada tanggal 26 Agustus 1883 dan lukisan “The Scream” karya Edward Munch tahun 1893 tentang langit yang berwarna merah darah di Norwegia.
Letusan dahsyat ini menghancurkan 2/3 bagian pulau dari arah utara ke selatan, menghancurkan gunung Perboewatan dan Danan dan hanya menyisakan sebagian gunung Rakata yang terletak di bagian selatan pulau. Danan yang sebelum letusan berketinggian 450 meter di atas permukaan laut berubah menjadi 250 meter di bawah permukaan laut. Dua pulau baru – Calmeyer dan Steers – dari debu vulkanik dan batuan juga terbentuk di sebelah utara hanya dalam waktu semalam meskipun kedalaman laut di daerah itu mencapai 36 meter.
Pada tanggal 29 Desember 1927, letusan di bawah laut di kedalaman 188 meter menandai kebangkitan kembali Krakatau setelah 44 tahun. Kemudian pada tanggal 26 Januari 1928, sebuah kerucut pertama kali muncul di atas permukaan laut dan setahun kemudian Anak Krakatau muncul sebagai pulau yang baru terbentuk yang terletak di tengah-tengah Perboewatan dan Danan dahulu dan diapit oleh pulau Sertung dan Rakata Kecil. Sejak ditemukan, Anak Krakatau terus tumbuh menjadi gunung api yang sangat aktif dengan pertumbuhan rata-rata 5 inci per minggu sampai sekarang telah mencapai ketinggian sekitar 305 meter dari permukaan laut akibat dari beberapa letusan dan aktifitas vulkanik yang terjadi antara lain tahun 1959-1963 dan Maret 1994-Maret 1995. Letusan yang terbesar terjadi pada bulan Mei-Juni 1995 yang menyemburkan debu setinggi 150-400 meter.
Catatan:
Buku terlengkap yang membahas tentang meletusnya Gunung Krakatau di tahun 1883 secara detail adalah “Krakatau 1883: The volcanic eruption and its effects” karya Simkin dan Fiske yang diterbitkan tahun 1983 atau buku “Krakatoa : the day the world exploded” karya Simon Winchester yang terbit tahun 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar