Jumat, 06 April 2012

Serat Musarar Jayabaya



Diawali dengan pertanda suatu masa atau periode dalam Sinom Bait ke 18 yang berbunyi :
”Dene jejuluke nata, Lung gadung rara nglingkasi, Nuli salin gajah meta, Semune tengu lelaki, Sewidak warsa nuli, Ana dhawuhing bebendu, Kelem negaranira, Kuwur tataning negari, Duk semana pametune wong ing ndesa.”
Artinya :
”Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah tidak sesuai dengan penghasilan rakyat”

Perlambang :
  • “Lung gadung rara nglikasi” bermakna pemimpin yang penuh inisiatif (cerdas) namun memiliki kelemahan sering tergoda wanita. Perlambang ini menunjuk kepada presiden pertama RI, Soekarno.
  • “Gajah meta semune tengu lelaki” bermakna pemimpin yang kuat karena disegani atau ditakuti namun akhirnya terhina atau nista. Perlambang ini menunjuk kepada presiden kedua RI, Soeharto. Dalam bait ini juga dikatakan bahwa negara selama 60 tahun menerima kutukan sehingga tidak ada kepastian hukum. Ingat, usia kemerdekaan NKRI di tahun 2007 saat ini adalah 62 tahun.
Bait ke 20 :
”Bojode ingkang negara, Narendra pisah lan abdi, Prabupati sowang-sowang, Samana ngalih nagari, Jaman Kutila genti, Kara murka ratunipun, Semana linambangan, Dene Maolana Ngali, Panji loro semune Pajang Mataram.”
Artinya :
”Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.”
Perlambang :
  • “Jaman Kutila” yang menggambarkan situasi negara yang kacau. Pemimpin jauh dari rakyat, dan dimulainya era baru dengan apa yang dinamakan otonomi daerah sebagai implikasi bergulirnya reformasi.
  • “Raja Kara Murka” bermakna karakter pemimpinnya saling jegal untuk saling menjatuhkan.
  • “Panji loro semune Pajang – Mataram” bermakna ada dua kekuatan pimpinan yang berseteru, yang satu dilambangkan dari trah Pajang (Joko Tingkir), dan yang lain dilambangkan dari trah Mataram (Pakubuwono). Hal ini menunjuk kepada era Gus Dur dan Megawati.
Bait ke 21 :
”Nakoda melu wasesa, Kaduk bandha sugih wani, Sarjana sirep sadaya, Wong cilik kawelas asih, Mah omah bosah-basih, Katarajang marga agung, Panji loro dyan sirna, Nuli Rara ngangsu sami, Randha loro nututi pijer tetukar.”
Artinya :
”Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (orang pandai) tidak berdaya. Rakyat kecil sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randha loro nututi pijer tetukar.”
Menggambarkan situasi Negara yang sangat besar dipengaruhi oleh kekuatan asing.
Perlambang :
  • “Pinter keblinger” bermakna orang pandai berpendidikan tinggi tapi tidak berdaya sehingga kondisi rakyat kecil makin sengsara saja.
  • “Rara ngangsu, randha loro nututi pijer tetukar” bermakna seorang pemimpin wanita yang selalu diintai oleh dua saudara wanitanya seolah ingin menggantikan. Perlambang ini menunjuk kepada Megawati, presiden RI kelima yang selalu dibayangi oleh Rahmawati dan Sukmawati.
Bait ke 22 :
”Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih, Lajengipun sinung lambang, Dene Maolana Ngali, Samsujen Sang-a Yogi, Tekane Sang Kala Bendu, Ing Semarang Tembayat, Poma den samya ngawruhi, Sasmitane lambang kang kocap punika.”
Artinya :
”Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.”
Perlambang :
  • “Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih” bermakna pemimpin yang tidak sempat mengatur negara karena direpotkan dengan berbagai masalah. Ini menunjuk kepada presiden RI keenam saat ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.
  • “Semarang Tembayat” merupakan tempat dimana tempat seseorang memahami dan mengetahui solusi dari apa yang terjadi.
“Semarang Tembayat” merupakan tempat yang masih misteri dimana di dalam Surat Terbuka kepada SBY bapak Budi Marhaen menggambarkan sbb :
”Jawaban dan solusi guna mengatasi carut marut keadaan bangsa ini ada di ”Semarang Tembayat” yang telah diungkapkan oleh Prabu Joyoboyo. Guna membantu memecahkan misteri ini dapatlah saya pandu sebagai berikut :
  1. Sunan Tembayat adalah Bupati pertama Semarang. Sedangkan tempat yang dimaksud adalah lokasi dimana Kanjeng Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Tembayat untuk pergi ke Gunung Jabalkat (Klaten). Secara potret spiritual, lokasi itu dinamakan daerah “Ringin Telu” (Beringin Tiga), berada di daerah pinggiran Semarang.
  2. Semarang Tembayat juga bermakna Semarang di balik Semarang. Maksudnya adalah di balik lahir (nyata), ada batin (gaib). Kerajaan gaib penguasa Semarang adalah “Barat Katiga”. Insya Allah lokasinya adalah di daerah “Ringin Telu” itu.
  3. Semarang Tembayat dapat diartikan : SEMARANG TEMpatnya BArat DaYA Tepi. Dapat diartikan lokasinya adalah di Semarang pinggiran arah Barat Daya.”
Bait ke 27 :
“Dene besuk nuli ana, Tekane kang Tunjung putih, semune Pudhak kasungsang, Bumi Mekah dennya lair, Iku kang angratoni, Jagad kabeh ingkang mengku, Juluk Ratu Amisan, Sirep musibating bumi, Wong nakoda milu manjing ing samuwan,”
Artinya :
“Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.”
Perlambang :
  • “Tunjung putih semune Pudak kasungsang” memiliki makna seorang pemimpin yang masih tersembunyi berhati suci dan bersih. Inilah seorang pemimpin yang dikenal banyak orang dengan nama “Satrio Piningit”.
  • “Lahir di bumi Mekah” merupakan perlambang bahwa pemimpin tersebut adalah seorang Islam sejati yang memiliki tingkat ketauhidan yang sangat tinggi.
Bait ke 28 :
“Prabu tusing waliyulah, Kadhatone pan kekalih, Ing Mekah ingkang satunggal, Tanah Jawi kang sawiji, Prenahe iku kaki, Perak lan gunung Perahu, Sakulone tempuran, Balane samya jrih asih, Iya iku ratu rinenggeng sajagad.”
Artinya :
“Raja utusan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.”
Perlambang :
  • “Raja utusan waliyullah” menggambarkan bahwa pemimpin tersebut adalah hasil didikan atau tempaan seorang Waliyullah (Aulia) yang juga selalu tersembunyi.
  • “Berkedaton di Mekah dan Tanah Jawa” merupakan perlambang yang bermakna bahwa pemimpin tersebut selain ber-Islam sejati namun juga berpegang teguh pada kawruh Jawa (ajaran leluhur Jawa tentang laku utama).
  • “Gunung Perahu” adalah Lebak Cawéné atau “Semarang Tembayat” itulah tempatnya.
  • “Tempuran” adalah pertemuan dua sungai di muara yang biasanya digunakan untuk tempat bertirakat ”kungkum” bagi orang Jawa. Namun di sini tempuran bermakna ”watu gilang” sebagai tempat pertemuan alam fisik dan alam gaib.
Dalam budaya spiritual Jawa keberadaan watu gilang sangat lekat dengan eksistensi seorang raja. Insya Allah..
Pemimpin tersebut akan mampu memimpin Nusantara ini dengan baik, adil dan membawa kepada kesejahteraan rakyat, serta menjadikan Nusantara sebagai ”barometer dunia” (istilah Bung Karno : ”Negara Mercusuar”).
Sumber: http://sang-rajawali.blogspot.com/2009/01/serat-musarar-jayabaya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar