Rabu, 18 April 2012

Moyang Madagaskar Ternyata dari Indonesia



JAKARTA, KOMPAS.com--Arkeolog Prof Dr Naniek H Wibisono meyakini bahwa nenek moyang orang Madagaskar yang berasal dari Indonesia pada 1.200 tahun lalu datang ke pulau itu dalam kaitannya dengan perdagangan.
"Saya yakin mereka datang ke Madagaskar dalam rangka ’trading’ (misi perdagangan)," kata peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional itu pada Diskusi mengenai Proyek "Keragaman Genetik Manusia Indonesia dan Pengembaraannya" yang digelar oleh Lembaga Eijkman dan sejumlah lembaga ilmiah lain dari Massey University, Selandia Baru, University of Arizona, AS dan Universite de Toulouse, Perancis di Jakarta, Senin.
Naniek mengemukakan, pada abad ke-7 dan ke-8 adalah masa ramai-ramainya Asia Tenggara melakukan perdagangan ke berbagai wilayah di dunia seperti ke Asia daratan, ke Timur Tengah hingga ke Eropa.
Pada masa itu di nusantara sedang berjaya kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan kerajaan Syailendra (Mataram Kuno) di Jawa serta mulai berkembangnya kerajaan Islam Samudera Pasai.
Ia juga mengakui adanya berbagai benda bersejarah di Madagaskar yang mirip dengan benda-benda di Indonesia seperti perahu bercadik, instrumen musik seperti gamelan, serta bukti budaya seperti teknik memproses besi dan bercocok tanam seperti padi dan umbi-umbian.
Sementara itu, Prof Dr Herawati Sudoyo  dari Lembaga biologi molekuler Eijkman yang meneliti pengembaraan manusia Indonesia (Austronesia) dari sisi genetik mengatakan, orang Madagaskar (Malagasi) adalah keturunan dari moyang campuran antara orang Afrika dan Indonesia.
"Nenek moyang orang Madagaskar asal Indonesia itu, berdasarkan studi genetik, datang ke pulau itu pada 1.200 tahun lalu, namun belum diketahui secara khusus datang dari wilayah Indonesia yang mana," kata Herawati.
Hal itu karena pihaknya menggunakan marka genetik DNA Mitokondria yang hanya bisa melihat penurunan maternal (nenek moyang perempuan) yang diturunkan ke anak laki-laki maupun perempuan, sehingga disimpulkan dari 2.745 sampel, nenek moyang Madagaskar adalah 30 perempuan Indonesia.
"Kami sedang dalam proses menganalisis DNA dari kromosom Y yang bisa menjawab pertanyaan tentang moyang laki-laki dari Indonesia. Karena kami juga ingin tahu bagaimana 30 perempuan itu bisa datang ke Madagaskar 1.200 tahun lalu. Apakah mereka datang bersama para laki-laki juga," katanya.
Ia menambahkan selain sampel dari 2.745 individu dari 12 pulau Indonesia (Sumatera, Nias, Mentawai, Jawa, Bali, Sulawesi, Sumba, Flores, Lembata, Alor, Pantar dan Timor) juga diambil sampel 266 individu  berasal dari tiga populasi di Madagaskar.
"Yakni Mikea yang merupakan pemburu di hutan, Vezo nelayan di pantai dan Merina yang hidup di dataran tinggi. Ketiga populasi ini sengaja diambil dari etnik yang terisolasi karena lebih murni belum bercampur dengan banyak etnis lain," katanya.
Hasil riset genetik juga menunjukkan sebagian besar Malagasi memiliki ikatan maternal dengan kepulauan Asia Tenggara (70 persen)  dan juga menyimpulkan munculnya motif baru yang khas di Madagaskar,  yang merupakan motif Malagasi dan tidak ada di nusantara.
Pulau seluas 592.800 km2 di sebelah timur Afrika itu meski hanya 400 km dari pantai timur Afrika dan 6.400 km jauhnya dari ujung barat Indonesia, namun secara genetik, bahasa dan budayanya didominasi oleh Indonesia, tambahnya.

Senin, 09 April 2012

Mirisnya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika




   D
ampak utama dari Reformasi tahun 1998 adalah terwujudnya Otonomi Daerah. Otonomi Daerah mempunyai dampak positif dan dampak negatif pada perkembangan sosial, budaya dan ekonomi masayarakat Indonesia. Dampak negatif terhadap Perkembangan sosial dan budaya adalah semakin lunturnya penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila, dan semakin melemahnya implementasi nilai Bhineka Tunggal Ika. Padahal seharusnya reformasi dapat mendorong peningkatan pengamalan nilai-nilai Pancasila dengan dukungan pemersatu Bhineka Tunggal Ika. Tulisan ini akan membahas persoalan tersebut dan jalan keluar yang perlu diambil.
Persoalan Reformasi
Dalam suatu seminar tanggal 6 Juni 2009 di Jakarta, banyak persoalan yang mendasar ditemukan. Dari 50 orang peserta yang berpendidikan SMA-D3 ternyata: (1) 80 persen dari peserta yang bisa melagukan lagu Indonesia Raya; (2) 20 persen saja yang masih bisa menyanyikan lagu Garuda Pancasila; (3) 25 persen saja yang dapat menghafal Pancasila; (4) hanya 1 persen saja yang bisa hafal Pembukaan UUD 1945. Persoalan ini terjadi di Jakarta yang merupakan ibu kota negara, kemungkinan kondisi yang lebih buruk akan terjadi di daerah lain di luar DKI Jakarta.
Menurut hemat saya keadaan semacam ini merupakan kendala besar yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia ke depan. Bila keadaan ini dibiarkan niscaya perpecahan akan terjadi, dan bisa seperti yang terjadi di Uni Soviet. Tetapi dari semua peserta yang hadir, tidak satupun dari mereka yang bersedia keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka berpendapat NKRI adalah harga mati sama dengan harga matinya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Reformasi dan Otonomi Daerah telah meninggalkan hal-hal yang sakral, yaitu karena Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) merupakan produknya rezim Suharto lantas ditinggalkan. Pada hal P4 merupakan forum perekat bangsa, yang harus diimplementasikan secara terus menerus, tanpa ada batas waktu seiring dengan terjadinya regenerasi bangsa.
Kenyataan menunjukkan, contoh di dunia pendidikan yang merupakan lembaga pencetak insan cendikia yang mumpuni, tidak ada lagi berkumandang setiap pagi lagu Indonesia Raya, dan tidak ada lagi berkumandang lagu wajib garuda Pancasila. Lagu wajib hanya dikumandangkan pada saat upacara 17 Agustus, sedangkan pada kegiatan lainnya dilupakan, seolah-olah hilang bak ditelan ombak.
Apakah ini persoalan reformasi, ya-tetapi tidak semua persoalan begitu, tetapi adalah persoalan bangsa ke depan, yang merupakan persoalan setiap insan Indonesia. Dengan demikian, kita harus memperkecil persoalan ini sehingga apapun yang akan terjadi Indonesia tetap satu, aman dan sejahtera .
Bhineka Tunggal Ika
Dalam pengertian harfiah Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda tetapi tetap satu. Artinya, walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia. Pengukuhan ini telah dideklarasikan semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan nama "sumpah pemuda".
Namun, sekarang Bhineka Tunggal Ika pun ikut luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak.
Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-sekolah.
Akibat lupa, semuanya akan menjadi petaka, nanti akan muncul kembali kata-kata "saya orang ambon", "saya orang Jawa" karena saya yang menonjol maka saya harus menjadi pemimpin. Juga akibat otonomi daerah orang yang berasal dari PNS Pemda Jawa Barat misalnya susah untuk pindah menjadi PNS di Pemda Sumatera Utara, akibatnya terjadilah pengkotakan PNS. Pengkotakan PNS akan menimbulkan "otonomi daerah" yang salah kaprah, atau merupakan raja-raja kecil di daerah.
Pada hal tujuan otonomi daerah adalah mendistribusi kesejahteraan kepada rakyat di daerah-daerah secara langsung. Tetapi dalam implementasinya ternyata tidak sesuai dengan tujuan semula. Oleh karena itu diharapkan kepada implementor mari mengambil kembali program yang sudah bagus sebelum reformasi, bila pengambilan program tentang P4 sedikit merasa canggung, ambil intinya dan ubah namanya.
Forum Negara Bhineka Tunggal Ika
Mengatasi persoalan di atas, sebaiknya membudayakan kembali P4 dengan pola lain, antara lain: (1) di sekolah perlu ada mata ajaran budi pekerti yang berisikan penghayatan dan pengamalan pancasila; (2) di kampus juga perlu ada mata ajaran filsafat pancasila; (3) di masyarakat melalui pemimpin informal, dan pemimpin formal perlu diberikan pematangan jiwa pancasila.
Selain pematangan jiwa pancasila seperti di atas, diperlukan juga sosialisasi melalui media masa, seperti TV, Radio, Koran, Internet, dan lain-lain. Sebelum reformasi, sosialisasi seperti ini yang dilaksanakan di radio dinamakan "Forum Negara Pancasila". Disarankan sosialisasi yang sama untuk saat ini diberi nama "FORUM NEGARA BHINEKA TUNGGAL IKA". Menurut hemat saya forum ini, apabila forum ini diciptakan dengan sistem yang baik dan manajemen yang baik, dipastikan akan memberi dampak positif terhadap penjiwaan pancasila dalam kehidupan insan Indonesia, semoga...Amin.
Dr. Muhammad Yusril
Direktur Program Pascasarjana Universitas YARSI, Jakarta

Jumat, 06 April 2012

Krakatau Sang Legenda



Di bulan Agustus ini banyak peristiwa penting dan bersejarah terjadi di Indonesia berupa fenomena dan bencana alam ataupun hasil buah pikiran manusia; pada masa sebelum merdeka, proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 maupun masa sesudah merdeka. Salah satu peristiwa bersejarah yang sangat dahsyat adalah meletusnya gunung Krakatau 122 tahun silam tepatnya tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan ini diakui sebagai salah satu letusan gunung berapi terdahsyat dalam sejarah.
Saya sendiri pertama kali mengetahui hal ini bukan dari pelajaran sekolah (waktu itu saya masih kelas 2 SD tetapi dari majalah Intisari. Masih sedikit tersisa dalam ingatan, artikel itu ditulis untuk memperingati 1 abad meletusnya Krakatau. Artikelnya cukup detil menceritakan berbagai hal yang terjadi sebagai dampak meletusnya gunung itu, baik penggambaran suasana di Batavia (Jakarta tempo doeloe) yang gelap gulita dan dingin meskipun hari masih siang dan kegelapan itu terjadi selama 3 hari, maupun akibat yang ditimbulkan di beberapa daerah seperti kapal Loudon yang terseret sampai 2,5 km ke daratan setinggi 10 meter di daerah teluk Betung, Lampung. Sangat disayangkan buku Intisari tersebut sudah lenyap entah kemana, mengikuti seorang teman yang meminjamnya dan belum mengembalikan sampai sekarang.
Gunung Krakatau adalah pulau gunung berapi aktif yang terletak di selat Sunda antara Pulau Sumatera dan Jawa. Ketinggiannya bila diukur dari permukaan laut adalah sekitar 790 meter. Letusan pertama – seperti dilaporkan dalam tulisan Jawa kuno – terjadi sekitar tahun 416 SM ketika sebuah letusan besar menghancurkan gunung dan membentuk kaldera selebar 7 km. Pecahan ini membentuk dua pulau baru yaitu pulau Verlaten dan Lang yang berlokasi di pecahan gunung tersebut, serta pulau Rakata Besar – yang dibentuk oleh tiga buah gunung yaitu Perboewatan, Danan dan Rakata -, Panjang dan Sertung .
Setelah 200 tahun lebih tertidur – aktifitas terakhir terjadi pada bulan Mei 1680-Mei 1681 di gunung Perboewatan – dan didahului oleh serangkaian gempa, aktifitas dimulai pada tanggal 20 Mei ketika terjadi letusan yang terdengar sejauh 160 km dan lontaran debu dan batu setinggi 11 km dari Perboewatan yang dilaporkan oleh kapten kapal Elizabeth – sebuah kapal perang Jerman. Kegiatan vulkanik terus terjadi selama 3 bulan termasuk Danan yang mulai aktif di bulan Juni. Pada tanggal 11 Agustus, gas dan debu dalam jumlah besar keluar dari 7 kantong uap yang terdapat di Perboewatan dan dari kaki dan puncak gunung Danan yang membakar hutan di pulau tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus pukul 1 siang, letusan mulai terdengar dan menyemburkan debu dan asap setinggi 36 km selama 4 jam serta menimbulkan tsunami pertama yang terjadi pada pukul 5 sore. Menjelang sore dan malam, terjadi letusan-letusan yang semakin keras terdengar. Keesokan harinya empat letusan dahsyat terjadi pada pukul 5:30, 6:42, 8:20 (yang terbesar) dan terakhir 10:02 yang semuanya terdengar di lebih dari 1/13 permukaan bumi mulai dari Pulau Rodriguez dekat Kepulauan Mauritius yang berjarak 4653 km dan Srilanka sampai Perth di Australia, menyemburkan debu dan asap ke udara setinggi 80 km dan menimbulkan 9 kali gelombang tsunami. Pada tanggal 27 Agustus ini, Batavia (sekarang bernama Jakarta) yang berjarak hanya 169 km dihantam tsunami setinggi 3 meter pada pukul 12:15 sampai 14:48 dan mengalami penurunan suhu yang cukup signifikan dari 27°C menjadi 18°C serta gelap gulita selama tiga hari.
Air laut yang masuk ke dalam retakan dapur magma menghasilkan uap sangat panas dan tekanan yang tinggi sehingga mampu menghasilkan letusan yang tercatat memiliki Indeks Kekuatan Vulkanik (VEI) bernilai 6 yang disebut juga Colossal. Standar pengukuran ini didasarkan kepada volume debu yang dihasilkan, ketinggian letusan yang diukur dari kawah dan lamanya letusan. Nilai 6 ini berarti memiliki standar ketinggian letusan minimal 25 km, rata-rata ketebalan debu bervolume 10 sampai 100 km3 atau dalam radius 10 mil setebal 10 kaki dan dalam radius 300 mil setebal 1 inci. Kekuatan ini hanya mampu dikalahkan oleh letusan gunung Thera di laut Aegea pada sekitar tahun 1650 SM yang meskipun mempunyai indeks yang sama yaitu 6 (update: direvisi menjadi 7 pada tahun 2004) namun berkekuatan 6½ kali letusan Krakatau, letusan gunung Tambora di Sumbawa pada tahun 1815 yang berindeks VEI 7, dan letusan Gunung Vesuvius di Italia pada tahun 79 SM yang mengubur kota Pompeii dan membunuh penduduknya dengan gas beracun.
Ledakan Krakatau setara dengan 200 megaton TNT dimana 150 megaton diantaranya dihasilkan oleh letusan ketiga. Kekuatan ini 10.000 kali lebih besar dibandingkan dengan kekuatan bom atom “Fat Man” yang dijatuhkan di Nagasaki yang “hanya” berkekuatan 20 kiloton TNT. Bandingkan juga dengan bom terbesar yang pernah dibuat – Tsar Bomba – yang berkekuatan 50 megaton.
Akibat yang ditimbulkan sangat luar biasa. Gelombang kejut yang terbentuk mampu merusak tembok dan menghancurkan jendela pada jarak 160 km. Gelombang tsunami mencapai ketinggian 36-40 meter, menghancurkan 165 desa nelayan dan merusak 132 lainnya di pesisir pantai barat pulau Jawa dan pantai selatan pulau Sumatera serta menelan korban paling tidak 36.417 jiwa. Tsunami bertemperatur tinggi ini mampu menghempaskan kapal Loudon yang sedang bersandar di Teluk Betung, Lampung sejauh 2,5 km ke daratan di ketinggian 10 meter, menghempaskan kapal The Berouw sejauh 3,3 km ke dalam hutan, juga mampu memindahkan terumbu karang seberat 600 ton ke daratan. Gelombang tsunami ini dirasakan di Auckland, Selandia Baru yang berjarak 7.767 km setinggi 2 meter, Aden – sebuah kota di pesisir selatan Jazirah Arab – yang terletak 7.000 km jauhnya dari Krakatau, Tanjung Harapan yang berjarak 14.076 km, Panama yang berjarak 20.646 km, Hawaii, pantai barat Amerika, Amerika Selatan dan bahkan sampai selat Inggris yang berjarak 19.873 km dari Krakatau. Di Tanjung Harapan dan Panama, kecepatan tsunami mencapai rata-rata 720 km per jam.
Debu yang dilontarkan sebanyak 21 km3 – terbawa angin sampai ke Madagaskar – mempengaruhi sinar matahari dan iklim global yang mampu menurunkan suhu di bumi sampai 1,2°C selama beberapa tahun akibat terbawa oleh angin di lapisan Stratosfer. Matahari terlihat biru dan hijau dari beberapa lokasi sebagai akibat dari terlontarnya debu dan aerosol ke stratosfer dan mengelilingi katulistiwa sebanyak 13 kali. Efek lainnya menyebabkan sunset dan sunrise berwarna sangat merah selama hampir 3 tahun yang pada saat pertama kali kemunculannya mampu membuat pemadam kebakaran di kota New York dan New Haven bersiaga penuh. Keanehan-keanehan tersebut juga diabadikan oleh beberapa orang seniman dalam bentuk lukisan seperti lukisan karya William Ashcroft yang melihat fenomena tersebut di tepi sungai Thames pada tanggal 26 Agustus 1883 dan lukisan “The Scream” karya Edward Munch tahun 1893 tentang langit yang berwarna merah darah di Norwegia.
Letusan dahsyat ini menghancurkan 2/3 bagian pulau dari arah utara ke selatan, menghancurkan gunung Perboewatan dan Danan dan hanya menyisakan sebagian gunung Rakata yang terletak di bagian selatan pulau. Danan yang sebelum letusan berketinggian 450 meter di atas permukaan laut berubah menjadi 250 meter di bawah permukaan laut. Dua pulau baru – Calmeyer dan Steers – dari debu vulkanik dan batuan juga terbentuk di sebelah utara hanya dalam waktu semalam meskipun kedalaman laut di daerah itu mencapai 36 meter.
Pada tanggal 29 Desember 1927, letusan di bawah laut di kedalaman 188 meter menandai kebangkitan kembali Krakatau setelah 44 tahun. Kemudian pada tanggal 26 Januari 1928, sebuah kerucut pertama kali muncul di atas permukaan laut dan setahun kemudian Anak Krakatau muncul sebagai pulau yang baru terbentuk yang terletak di tengah-tengah Perboewatan dan Danan dahulu dan diapit oleh pulau Sertung dan Rakata Kecil. Sejak ditemukan, Anak Krakatau terus tumbuh menjadi gunung api yang sangat aktif dengan pertumbuhan rata-rata 5 inci per minggu sampai sekarang telah mencapai ketinggian sekitar 305 meter dari permukaan laut akibat dari beberapa letusan dan aktifitas vulkanik yang terjadi antara lain tahun 1959-1963 dan Maret 1994-Maret 1995. Letusan yang terbesar terjadi pada bulan Mei-Juni 1995 yang menyemburkan debu setinggi 150-400 meter.
Catatan:
Buku terlengkap yang membahas tentang meletusnya Gunung Krakatau di tahun 1883 secara detail adalah “Krakatau 1883: The volcanic eruption and its effects” karya Simkin dan Fiske yang diterbitkan tahun 1983 atau buku “Krakatoa : the day the world exploded” karya Simon Winchester yang terbit tahun 2002.

Serat Musarar Jayabaya



Diawali dengan pertanda suatu masa atau periode dalam Sinom Bait ke 18 yang berbunyi :
”Dene jejuluke nata, Lung gadung rara nglingkasi, Nuli salin gajah meta, Semune tengu lelaki, Sewidak warsa nuli, Ana dhawuhing bebendu, Kelem negaranira, Kuwur tataning negari, Duk semana pametune wong ing ndesa.”
Artinya :
”Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah tidak sesuai dengan penghasilan rakyat”

Perlambang :
  • “Lung gadung rara nglikasi” bermakna pemimpin yang penuh inisiatif (cerdas) namun memiliki kelemahan sering tergoda wanita. Perlambang ini menunjuk kepada presiden pertama RI, Soekarno.
  • “Gajah meta semune tengu lelaki” bermakna pemimpin yang kuat karena disegani atau ditakuti namun akhirnya terhina atau nista. Perlambang ini menunjuk kepada presiden kedua RI, Soeharto. Dalam bait ini juga dikatakan bahwa negara selama 60 tahun menerima kutukan sehingga tidak ada kepastian hukum. Ingat, usia kemerdekaan NKRI di tahun 2007 saat ini adalah 62 tahun.
Bait ke 20 :
”Bojode ingkang negara, Narendra pisah lan abdi, Prabupati sowang-sowang, Samana ngalih nagari, Jaman Kutila genti, Kara murka ratunipun, Semana linambangan, Dene Maolana Ngali, Panji loro semune Pajang Mataram.”
Artinya :
”Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.”
Perlambang :
  • “Jaman Kutila” yang menggambarkan situasi negara yang kacau. Pemimpin jauh dari rakyat, dan dimulainya era baru dengan apa yang dinamakan otonomi daerah sebagai implikasi bergulirnya reformasi.
  • “Raja Kara Murka” bermakna karakter pemimpinnya saling jegal untuk saling menjatuhkan.
  • “Panji loro semune Pajang – Mataram” bermakna ada dua kekuatan pimpinan yang berseteru, yang satu dilambangkan dari trah Pajang (Joko Tingkir), dan yang lain dilambangkan dari trah Mataram (Pakubuwono). Hal ini menunjuk kepada era Gus Dur dan Megawati.
Bait ke 21 :
”Nakoda melu wasesa, Kaduk bandha sugih wani, Sarjana sirep sadaya, Wong cilik kawelas asih, Mah omah bosah-basih, Katarajang marga agung, Panji loro dyan sirna, Nuli Rara ngangsu sami, Randha loro nututi pijer tetukar.”
Artinya :
”Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (orang pandai) tidak berdaya. Rakyat kecil sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randha loro nututi pijer tetukar.”
Menggambarkan situasi Negara yang sangat besar dipengaruhi oleh kekuatan asing.
Perlambang :
  • “Pinter keblinger” bermakna orang pandai berpendidikan tinggi tapi tidak berdaya sehingga kondisi rakyat kecil makin sengsara saja.
  • “Rara ngangsu, randha loro nututi pijer tetukar” bermakna seorang pemimpin wanita yang selalu diintai oleh dua saudara wanitanya seolah ingin menggantikan. Perlambang ini menunjuk kepada Megawati, presiden RI kelima yang selalu dibayangi oleh Rahmawati dan Sukmawati.
Bait ke 22 :
”Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih, Lajengipun sinung lambang, Dene Maolana Ngali, Samsujen Sang-a Yogi, Tekane Sang Kala Bendu, Ing Semarang Tembayat, Poma den samya ngawruhi, Sasmitane lambang kang kocap punika.”
Artinya :
”Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.”
Perlambang :
  • “Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih” bermakna pemimpin yang tidak sempat mengatur negara karena direpotkan dengan berbagai masalah. Ini menunjuk kepada presiden RI keenam saat ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.
  • “Semarang Tembayat” merupakan tempat dimana tempat seseorang memahami dan mengetahui solusi dari apa yang terjadi.
“Semarang Tembayat” merupakan tempat yang masih misteri dimana di dalam Surat Terbuka kepada SBY bapak Budi Marhaen menggambarkan sbb :
”Jawaban dan solusi guna mengatasi carut marut keadaan bangsa ini ada di ”Semarang Tembayat” yang telah diungkapkan oleh Prabu Joyoboyo. Guna membantu memecahkan misteri ini dapatlah saya pandu sebagai berikut :
  1. Sunan Tembayat adalah Bupati pertama Semarang. Sedangkan tempat yang dimaksud adalah lokasi dimana Kanjeng Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Tembayat untuk pergi ke Gunung Jabalkat (Klaten). Secara potret spiritual, lokasi itu dinamakan daerah “Ringin Telu” (Beringin Tiga), berada di daerah pinggiran Semarang.
  2. Semarang Tembayat juga bermakna Semarang di balik Semarang. Maksudnya adalah di balik lahir (nyata), ada batin (gaib). Kerajaan gaib penguasa Semarang adalah “Barat Katiga”. Insya Allah lokasinya adalah di daerah “Ringin Telu” itu.
  3. Semarang Tembayat dapat diartikan : SEMARANG TEMpatnya BArat DaYA Tepi. Dapat diartikan lokasinya adalah di Semarang pinggiran arah Barat Daya.”
Bait ke 27 :
“Dene besuk nuli ana, Tekane kang Tunjung putih, semune Pudhak kasungsang, Bumi Mekah dennya lair, Iku kang angratoni, Jagad kabeh ingkang mengku, Juluk Ratu Amisan, Sirep musibating bumi, Wong nakoda milu manjing ing samuwan,”
Artinya :
“Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.”
Perlambang :
  • “Tunjung putih semune Pudak kasungsang” memiliki makna seorang pemimpin yang masih tersembunyi berhati suci dan bersih. Inilah seorang pemimpin yang dikenal banyak orang dengan nama “Satrio Piningit”.
  • “Lahir di bumi Mekah” merupakan perlambang bahwa pemimpin tersebut adalah seorang Islam sejati yang memiliki tingkat ketauhidan yang sangat tinggi.
Bait ke 28 :
“Prabu tusing waliyulah, Kadhatone pan kekalih, Ing Mekah ingkang satunggal, Tanah Jawi kang sawiji, Prenahe iku kaki, Perak lan gunung Perahu, Sakulone tempuran, Balane samya jrih asih, Iya iku ratu rinenggeng sajagad.”
Artinya :
“Raja utusan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.”
Perlambang :
  • “Raja utusan waliyullah” menggambarkan bahwa pemimpin tersebut adalah hasil didikan atau tempaan seorang Waliyullah (Aulia) yang juga selalu tersembunyi.
  • “Berkedaton di Mekah dan Tanah Jawa” merupakan perlambang yang bermakna bahwa pemimpin tersebut selain ber-Islam sejati namun juga berpegang teguh pada kawruh Jawa (ajaran leluhur Jawa tentang laku utama).
  • “Gunung Perahu” adalah Lebak Cawéné atau “Semarang Tembayat” itulah tempatnya.
  • “Tempuran” adalah pertemuan dua sungai di muara yang biasanya digunakan untuk tempat bertirakat ”kungkum” bagi orang Jawa. Namun di sini tempuran bermakna ”watu gilang” sebagai tempat pertemuan alam fisik dan alam gaib.
Dalam budaya spiritual Jawa keberadaan watu gilang sangat lekat dengan eksistensi seorang raja. Insya Allah..
Pemimpin tersebut akan mampu memimpin Nusantara ini dengan baik, adil dan membawa kepada kesejahteraan rakyat, serta menjadikan Nusantara sebagai ”barometer dunia” (istilah Bung Karno : ”Negara Mercusuar”).
Sumber: http://sang-rajawali.blogspot.com/2009/01/serat-musarar-jayabaya.html