Senin, 09 Januari 2012

Jalan Keluar Persoalan Global



Di dunia global, sulit untuk membedakan antara negoisasi dan pemecahan masalah.


VIVAnews - Satu hal klasik dan memusingkan dalam politik global hari ini adalah kebingungan untuk membedakan antara negoisasi dan pemecahan masalah. Menurut jadwal yang disetujui pada Desember 2007, kita hanya memiliki waktu enam bulan untuk mencapai kesepakatan tentang perubahan iklim di Kopenhagen. Pemerintah tengah terlibat dalam negosisasi massif, tetapi mereka tak melibatkan upaya massif untuk pemecahan masalah. Setiap negara bertanya pada dirinya sendiri, “Bagaimana yang harus saya lakukan dan apa yang negara kebanyakan pilih?,” ketika mereka seharusnya bertanya, “Bagaimana kami bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan biaya sedikit dan keuntungan maksimal?”

Pertanyaan itu memang terkesan sama, tetapi dia tidak sama. Menekankan persoalan perubahan iklim menuntut pengurangan emisi karbon dioksida dari bahan bakar fosil, yang melibatkan pilihan pada teknologi, beberapa di antaranya sudah ada dan sebagian lainnya tengah dibuat. Sebagai contoh, penambangan batu bara, jika hal itu merupakan bagian utama dari energi campuran, membutuhkan penangkapan dan penyimpanan CO2, sebuah proses yang disebut “penangkapan dan perampasan karbon” atau disingkat CCS. Benar, teknologi ini belum terbukti.

Sama halnya, kita membutuhkan kepercayaan publik yang baru untuk generasi baru tenaga nuklir, dengan pabrik yang aman dan mudah dimonitor. Kita membutuhkan teknologi baru untuk memobilisasi tenaga matahari dalam skala besar dan tenaga panas bumi. Kita mungkin bisa berupaya menangkap bahan bakar fosil, tetapi hanya dalam bentuk yang tidak berhubungan dengan suplai makanan atau dengan aset lingkungan secara khusus.  

Daftar ini mulai terbentuk. Kita membutuhkan efisiensi energi, melalui “bangunan hijau” dan aplikasi yang lebih efisien. Kita membutuhkan pertukaran penggunaan dari mobil dengan mesin pembakaran internal ke campuran, dengan bahan bakar campuran, seperti tenaga baterai dan kendaraan bertenaga sel.

Mencapai sebuah generasi baru dari kendaraan elektrik menuntut satu dekade kepemilikan swasta dan publik ke pembangunan teknologi dasar (seperti pembuatan baterai), sebuah saluran listrik yang lebih kuat, infrastruktur baru untuk mengisi ulang mobil, dan hal lainnya. Bersamaan dengan itu, hal ini akan memakan satu dekade investasi publik dan swasta untuk mendemonstrasikan kelayakan pabrik pembakaran batu bara untuk menangkap karbon dioksida.

Perubahan ke teknologi baru tidak hanya membutuhkan negoisasi bagi  bidang permesinan, perencanaan, keuangan dan insentif. Bagaimana dunia membangun secara efektif, mendemonstrasikan, dan meluaskan teknologi baru ini?  Apa keuntungan bagi investor swasta, yang akan membayar bagi demonstrasi model baru ini, yang mungkin akan memakan biaya miliaran dolar? Bagaimana kita memberikan insentif bagi swasta untuk riset dan pengembangan dengan komitmen mentransfer keberhasilan teknologi itu ke negara berkembang?

Ini adalah penekanan, jawaban yang belum terbukti. Ya negoisasi global tentang perubahan iklim kini terfokus pada sejumlah jawaban yang berbeda. Negoisasi menjadi utama antara kelompok negara untuk memotong emisi mereka, melalui berapa banyak, berapa cepat, dan relatif bisa dikejar tahun ini. Negara-negara itu ditekan untuk mengurangi emisi tahun 2020 dengan target persentase yang jelas, tanpa diskusi lebih serius tentang bagaimana pemotongan itu bisa dicapai. Jawaban itu tergantung, tentu saja, dari teknologi rendah-emisi yang dimungkinkan, dan  bagaimana hal itu dibangun.

Contohnya Amerika Serikat (AS). Untuk memotong emisi secara bertahap, Amerika butuh berubah sampai puluhan tahun untuk menemukan mobil jenis baru, yang didorong oleh tenaga listrik. AS juga harus memutuskan memperbarui pabrik tenaga nuklir, dan menggunakan tanah publik untuk membangun  pabrik energi baru yang dapat diperbarui, khususnya yang menggunakan tenaga sinar matahari.  Dan Amerika membutuhkan sebuah tenaga baru untuk membawa energi yang dapat diperbarui dari wilayah berpenduduk rendah –seperti wilayah gurun pasir barat daya untuk tenaga matahari dan wilayah utara untuk energi tenaga angin— ke wilayah berpenduduk padat di tepi pantai. Ya, semuanya merupakan rencana nasional, tidak mudah mengurangi target pengurangan emisi dari segi angka.

China, seperti halnya  AS, dapat mengurangi emisi CO2 melalui efisiensi energi dan kendaraan baru berbahan listrik. Tetapi China harus menjawab masalah ketergantungan batu bara pada masalah ekonomi bangsa itu. Pilihan China di masa depan tergantung pada “batu bara bersih” yang dapat dikerjakan secara efektif dalam skala besar. Maka, emisi China amat tergantung pada uji coba teknologi CCS.

Sebuah pendekatan baru secara global harus pertama kali mendiskusikan teknologi terbaik dan pilihan ekonomi yang dimungkinkan, dan bagaimana membuat pilihan ini melalui riset dan pembangunan dan insentif ekonomi yang lebih baik. Negoisasi harus mendiskusikan jangkauan pilihan terbuka untuk tiap negara dan wilayah –dari CCS ke solar, angin dan tenaga nuklir- dan mengambar jadwal bagi sebuah mobil generasi baru yang rendah-emisi, seraya memahami kompetisi pasar seperti halnya pembiayaan publik yang akan dibuat.

Berdasar bangunan ini, dunia dapat menyepakati alokasi dana untuk pembangunan dan meluaskan teknologi baru rendah-emisi. Kerangka kerja global ini akan mendukung sesuatu secara nasional dan target global untuk kontrol emisi serta untuk memonitor perbaikan kemajuan teknologi. Saat teknologi baru ditemukan,  target akan jadi lebih mudah dikejar. Tentu saja, bagian strategi dapat membuat insentif pasar bagi teknologi baru rendah-emisi, sehingga investor dapat membangun ide baru mereka dengan prospek keuntungan lebih besar jika ide ini berhasil.

Permintaan saya untuk mendiskusikan rencana dan strategi target emisi secara spesifik mungkin kelihatannya akan membawa resiko bagi proses negoisasi. Namun jika kita tak memiliki sebuah strategi untuk memenuhi target kita, pemerintah dunia mungkin tidak akan menerima target pada tempat pertama, atau menerima secara sinis, tanpa hasrat apa pun dalam pertemuan itu.

Kita membutuhkan pemikiran keras, dan kerjasama, tentang pilihan teknologi dunia yang mungkin, dan kemudian mengikuti kerangka kerja global secara umum yang membiarkan kita bergerak menuju era baru,  berdasar kemungkinan dan teknologi berkelanjutan untuk energi, transportasi, industri dan gedung-gedung.

Jeffrey D. Sachs adalah  Profesor Ekonomi dan Direktur  Earth Institute di Columbia University. Hak cipta tulisan ada pada www.projectsyndicate.org.
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar